Unconscious Competency

DSC00564

Beberapa CEO BUMN yang langganan juara dan sering mendapatkan award atau anugerah, ternyata jika dirunut perjalanan kariernya bisa dibilang mengherankan. Bagaimana tidak, sebut saja Jonan misalnya, Direktur PT KAI ini sebelumnya pernah menjadi banker, pun acapkali pindah pada perusahaan di industri berbeda, namun sukses selalu diraih.

Pula dengan Emirsyah Satar, Dirut PT Garuda Indonesia, awal berkarier malah tidak terkait dalam dunia penerbangan. Coba saja tanyakan kepada mereka, kenapa bisa seperti itu? Barangkali mereka juga akan kesulitan menjawab. Satu yang pasti, bilamana berpindah dari perusahaan ke perusahaan lain dengan industri berbeda, tetap bisa meraih sukses. Ini menunjukkan bahwa dalam diri mereka sudah tertanam kompetensi sebagai pemimpin di alam bawah sadarnya.

Ada semacam benang merah dalam model kerangka berpikir, sistematika penyelesaian masalah, serta pola pendekatan dalam eksekusi yang berbentuk template yang siap digunakan dimana pun mereka menjadi tampuk pimpinan. Inilah yang disebut dengan unconscious competency. Sejatinya kompetensi ini terbentuk bertahun-tahun lamanya dari rangkaian pengalaman, pengetahuan, dan interaksi dengan bermacam karakter dalam berbagai situasi.

Pengalaman PPM Asesmen SDM dalam menganalisis hasil fit & proper test calon direksi yang telah lama berjalan menunjukkan, ditemukan tiga kompetensi paling menonjol yang berkontribusi pada nilai tertinggi hasil tes. Ketiganya adalah visionary leadership, empowering,dan aligning performance for success. Mungkin penemuan tiga hal ini bisa menjadi acuan, bahwa untuk menjadi seorang pemimpin yang sukses dimanapun di tempatkan, maka ketiga kompetensi itu, seharusnya telah menjadi unconscious competencies.

Visionary leadership sebagai kompetensi yang menjadi awalan bagi seorang pemimpin, karena pastilah seorang pemimpin tidak hanya sekadar melanjutkan visi dari pemimpin sebelumnya. Maka harus punya pandangan lebih jauh ke depan yang akan membawa lompatan besar, kemajuan besar, kegemilangan bagi organisasi yang diamanahkan kepadanya.

Kompetensi ini akan terbangun hanya jika sang pemimpin melandasi langkahnya dengan niat ikhlas untuk menumbukan kecintaan yang tulus pada organisasi dan mengalahkan semua kepentingan pribadinya. Rasa cinta organisasi ini akan menimbulkan keresahan dalam hati untuk selalu berbuat sesuatu. Dengan begitu pikiran kritis akan bergolak memunculkan ide-ide kreatif. Ide ini kemudian diejawantahkan dalam bentuk visi jangka panjang lalu selanjutnya dikomunikasikan keluar dan diwujudkan secara sungguh-sungguh.

Mewujudkan visi, pastilah tidak mungkin dilakukan tanpa dukungan orang lain. Pemimpin cerdas dengan cepat membaca lingkungan sekitarnya. Diperlukan strategi untuk memassalkan pemikiran jangka panjangnya dalam kegiatan sehari-hari. Untuk itu sebanyak mungkin orang harus ikut terlibat. Memberdayakan banyak orang (empowering others) akan berdampak sinergi dan berefek bola salju, terus menggelinding dan bertambah besar, sehingga tanpa sadar terus bergerak lebih cepat. Percepatan inilah yang kemudian membentuk lompatan besar (quantum leap).

Kompetensi ketiga melengkapi kedua kompetensi di atas. aligning performance for successadalah kemampuan pemimpin untuk membuat sistem dalam organisasi yang menghubungkan visi dan strategi dengan seluruh sistem yang ada dalam organisasi. Semua sistem harus harmoni (align) satu sama lain mendukung visi.

Disini diperlukan keteguhan untuk terus menerus menjaga ritme langkah secara konsisten dan tanpa pernah surut. Keserasian ini harus terus dijaga mengingat ada kecenderungan pengkotakan pemikiran pada setiap unit karena secara alamiah terbentuk dari pembagian tugas dan peran masing-masing. Tidak ada yang salah dengan fokus pada pekerjaan, namun setelah itu tetap harus ada integrasinya agar terbangun sinergi. Ini harusnya menjadi tugas utama pimpinan.

*Tulisan dimuat majalah BUMN Track No. 86 Tahun VIII September 2014. Hlm. 105.

Label:

Tentang