Tingkatkan Kompetensi Tenaga Kerja Melalui Pelatihan dan Sinergi Perguruan Tinggi

DSC08449

Semakin banyak tenaga kerja Indonesia (TKI) yang memiliki kompetensi di berbagai bidang, akan memperkuat daya saing nasional. Dengan demikian, kesejahteraan para pekerja turut meningkat.

Media massa kerap mengangkat persoalan pemutusan hubungan kerja (PHK). Kebijakan PHK dilakukan sejumlah industri nasional sebagai dampak perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional di triwulan III 2013. Industri padat karyalah yang paling terkena, seperti tekstil, sepatu, sandang, dan kulit.

Persoalan PHK, selain disebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi, juga didorong kenaikan upah minimum propinsi (UMP) yang relatif tinggi. Sejumlah perusahaan lebih memilih mengurangi karyawannya dan mengganti sistem produksi dengan otomatisasi.

Sejatinya PHK adalah kebijakan yang tidak populer. Kebijakan ini  akan menjadi pilihan paling akhir, atau diambil dalam keadaan yang sangat mendesak. Sebab, dampak dari PHK ini sangat tidak mengenakkan bagi semua pihak yang terkait. Baik kepada tenaga kerja, perusahaan pengguna tenaga kerja, dan pemerintah.

Tentu saja, dampak yang dirasakan oleh masing-masing pihak berbeda-beda jenis dan kadarnya. Bagi pemerintah, kebijakan PHK akan semakin menambah daftar panjang angka pengangguran dan berpotensi menambah beban anggaran negara. Bagi perusahaan, PHK di satu sisi memberatkan karena mereka harus menyediakan anggaran untuk membayar pesangon. Tapi, di sisi lain, kebijakan untuk mengurangi tenaga kerja dan menggantinya dengan sistem otomatisasi proses produksi, berdampak positif bagi pengurangan beban biaya tenaga kerja.

Dampak terberat tentunya dirasakan para pekerja itu sendiri. Khususnya, pekerja dengan sistem kontrak yang besar kemungkinan tidak menerima pesangon. Atau, kalaupun menerima pesangon, jumlahnya tidak mencukupi. Sehingga, mereka harus segera mencari pekerjaan baru untuk bisa memenuhi kebutuhan hidupnya.

Persoalan lain muncul bila pekerja tidak memiliki kompetensi dan kualitas pendidikan yang memadai. Inilah persoalan yang sangat pelik, sebab rendahnya kompetensi dan kualitas pendidikan tenaga kerja akan membatasi peluang pekerja tersebut dalam mendapatkan pekerjaan yang baik dan berpenghasilan baik.

Masalah ini pernah disuarakan oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar, saat berbicara di acara “Youth Public Lecture”,  di FISIP UI, Depok, Jawa Barat, April 2013. Muhaimin mengatakan ada tiga masalah besar yang dihadapi ketenagakerjaan Indonesia dalam penempatan di dalam dan luar negeri. “Ketiga masalah itu adalah, terbatasnya kesempatan kerja yang terbatas, rendahnya kualitas angkatan kerja, dan masalah pengangguran,” kata Muhaimin.

Ia menggarisbawahi persoalan rendahnya kualitas angkatan kerja dengan mengungkap data BPS Agustus 2012. Data menunjukkan komposisi angkatan kerja Indonesia masih didominasi pekerja berpendidikan SD ke bawah sebanyak 47,37 persen). Lalu disusul dengan angkatan kerja lulusan SMP 18,57 persen dan lulusan Diploma satu hingga sarjana sebesar 9 (sembilan) persen.

Masih dominannya jumlah angkatan kerja yang berpendidikan SMP ke bawah memang memprihatinkan. Menurut Ananto, Kepala Biro Perencanaan dan Kerja Sama Luar Negeri Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, penduduk Indonesia yang berusia 19-23 tahun mencapai 21 juta orang, tetapi hanya 5,4 juta yang bisa mengakses jenjang pendidikan tinggi.

Bila dikaitkan dengan persoalan ketenagakerjaan, rendahnya jumlah pekerja yang bisa bersekolah hingga perguruan tinggi berdampak pada rendahnya daya saing dan kompetensi mereka dalam memperoleh kesempatan kerja. Sebab, tenaga kerja dengan pendidikan yang lebih tinggi diasumsikan memiliki pengetahuan dan kompetensi yang lebih baik dibandingkan mereka yang berpendidikan di bawahnya, sehingga memiliki kesempatan lebih besar untuk mendapatkan pekerjaan yang baik dan memberikan penghasilan yang lebih baik pula.

Dengan kata lain, persoalan pendidikan dan ketenagakerjaan memiliki hubungan yang sangat erat. Persoalan di bidang pendidikan akan berdampak pada masalah di bidang ketenagakerjaan. Karena itu, selayaknya pihak-pihak yang terkait dengan masalah ini saling bekerjasama untuk mencari solusi terbaik.

Peningkatan Kompetensi

Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sudah melakukan berbagai program untuk meningkatkan kualitas pendidikan penduduk Indonesia. Diantaranya dengan memberi kesempatan seluas-luasnya bagi penduduk Indonesia untuk bisa mengenyam pendidikan tinggi melalui program pemberian beasiswa kepada siswa berprestasi.

Di sisi lain, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi juga memiliki tugas mulia untuk mewarnai proses peningkatan kualitas penduduk itu, melalui program pengembangan dan pelatihan kompetensi para tenaga kerja.

Persoalan kompetensi adalah salah satu persoalan penting dalam ketenagakerjaan nasional. Semakin rendah kompetensi yang dimiliki para pekerja, akan semakin sulit baginya untuk mendapatkan kesempatan bekerja. Sebab, perusahaan akan cenderung memprioritaskan pencarian tenaga kerja yang memang kompeten di bidangnya. Hal ini sejalan dengan prinsip perusahaan untuk mencari pekerja yang berkualitas di bidangnya atau prinsip the right man in the right place.

Masalahnya adalah, kurikulum pendidikan di Indonesia kurang berorientasi pada kurikulum berbasis kompetensi. Sehingga, kebanyakan siswa lulusan SMA yang ingin langsung bekerja tidak siap dengan persyaratan ketrampilan atau keahlian dari para perusahaan.

Begitu pula dengan para lulusan perguruan tinggi. Tidak sedikit mereka yang hanya memiliki kemampuan dan pengetahuan di bidang akademis, namun tidak memiliki keahlian yang dibutuhkan dunia kerja. Mereka-mereka inilah, yang tidak siap dengan kebutuhan dunia usaha dan dunia kerja, yang berpotensi menambah daftar panjang angka pengangguran di Indonesia.

Di sinilah peran Kemnakertrans  bersama-sama dengan perusahaan dan masyarakat, untuk membantu meningkatkan kompetensi para lulusan di Indonesia, baik lulusan SMP, SMA, maupun perguruan tinggi. Kemnakertrans sendiri selama ini sudah memiliki program kerja yang terarah dalam mengatasi persoalan ketenagakerjaan.

Pertama, yaitu program peningkatan kesejahteraan melalui penanggulangan kemiskinan dan pengurangan pengangguran dan, kedua, memperbaiki kualitas ketenagakerjaan.

Khusus untuk program memperbaiki kualitas ketenagakerjaan Indonesia, Kemnakertrans sudah menjalankan empat program utama, yakni peningkatan kualitas dan produktivitas tenaga kerja, pengembangan lembaga, perluasan dan pengembangan tenaga kerja; dan pembangunan daerah melalui program transmigrasi.

Program peningkatan kualitas dan produktivitas tenaga kerja inilah yang terkait erat dengan peran Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam membantu meningkatkan kompetensi para lulusan di Indonesia, baik lulusan SMP, SMA, maupun perguruan tinggi.

Dalam hal ini, langkah-langkah peningkatan kualitas dan produktivitas yang dapat dilakukan melalui tiga jalur utama, yakni pendidikan, pelatihan kerja dan pengembangan karir di tempat kerja.

Sinergi dengan Perguruan Tinggi

Terkait program peningkatan kualitas tenaga kerja melalui jalur pendidikan, Kemnakertrans bisa menjalin sinergi dengan perguruan tinggi. Khususnya perguruan tinggi yang memiliki konsep pendidikan link and match, yakni konsep keterkaitan dan kesepadanan antara dunia pendidikan dan dunia kerja. Dengan konsep tersebut, perguruan tinggi memiliki kurikulum yang berorientasi pada kebutuhan dunia kerja. Sehingga, konsep ini diyakini bisa menekan jumlah pengangguran dari lulusan perguruan tinggi.

Perguruan tinggi yang memiliki konsep pendidikan link and match ini populer dengan sebutan pendidikan program vokasi. Yakni, program pendidikan yang berorientasi pada kurikulum untuk peningkatan keahlian, keterampilan, kemampuan, dan tingkah laku yang diperlukan dalam dunia kerja.

Pendidikan vokasi berbeda dengan pendidikan akademik, khususnya dalam hal keahlian yang dicapai lulusannya. Keahlian lulusan pendidikan akademik ada pada penguasaan ilmu pengetahuan secara teori, sedangkan keahlian lulusan pendidikan vokasi pada penguasaan praktek dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan.

Menilik karakteristik pendidikan vokasi yang berorientasi pada keahlian dan penguasaan praktek para lulusannya ini, maka kita bisa mengatakan bahwa pendidikan vokasi bisa menjadi solusi untuk menekan angka pengangguran. Sebab lembaga ini bertujuan menghasilkan lulusan yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja.

Bantuan yang dapat diberikan oleh Kemnakertrans terhadap lembaga pendidikan vokasi, adalah memberikan akses untuk berhubungan dengan perusahaan-perusahaan. Kemnakertrans sebagai lembaga yang membidangi persoalan tenaga kerja tentu memiliki akses yang cukup mudah dalam berhubungan dengan perusahaan pengguna tenaga kerja. Di sinilah peran Kemnakertrans  sebagai jembatan penghubung bagi perguruan tinggi untuk dapat berhubungan langsung dengan perusahaan.

Sebab, interaksi aktif antara perguruan tinggi dan perusahaan sebagai user akan menguntungkan perguruan tinggi dalam banyak hal. Pertama, perguruan tinggi memiliki pengetahuan tentang jenis kompetensi yang sedang dibutuhkan di pasar kerja, sehingga bisa mengembangkan kurikulum yang berbasis pada kompetensi tersebut. Kedua, perguruan tinggi memiliki akses untuk menyalurkan lulusan mereka di perusahaan tersebut, sehingga menjadi nilai tambah bagi para mahasiswa mereka. Di sisi lain perusahaan juga terbantu dengan pasokan tenaga kerja yang kompeten dan siap pakai dari perguruan tinggi. Sinergi yang terjadi antara perguruan tinggi dengan perusahaan atau industri ini tentulah bersifat positif dan menguntungkan kedua pihak.

Saat ini sudah ada sejumlah perguruan tinggi yang menekankan pada kurikulum yang bersifat link and match. Dua lembaga diantaranya adalah Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Profesi Indonesia (LP3I) dan Bina Sarana Informatika (BSI).

Baik LP3I maupun BSI dapat digolongkan sebagai lembaga pendidikan vokasi, yang menekankan pada penguatan pelatihan keahlian dan kompetisi para lulusannya. Keduanya memiliki kurikulum yang berorientasi pada kebutuhan industri, dan berkomitmen untuk terus menerus memperbaiki kurikulum agar dapat selalu selaras dengan perkembangan di pasar kerja.

Ke depan kita mengharapkan akan lahirnya banyak lembaga pendidikan vokasi yang memiliki kurikulum link and match ini. Sehingga masyarakat, khususnya generasi muda Indonesia, terbantu untuk mendapatkan ilmu dan pelatihan yang memang disesuaikan dengan kebutuhan dunia kerja. Sehingga, dengan kompetensi yang dimiliki generasi muda Indonesia, akan semakin  meningkatkan daya saing tenaga kerja Indonesia di tingkat global.

Komitmen pada Pelatihan Kerja

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, penyelenggaraan pelatihan kerja mengacu pada standar kompetensi kerja. UU Nomor 13 Tahun 2003 ini bersinergi dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menyebutkan bahwa kurikulum pendidikan juga harus memperhatikan tuntutan dunia kerja dan sertifikasi lulusannya.

Mengingat adanya sinergi yang sangat positif antara bidang pendidikan dan tenaga kerja ini, maka sebanyak 17 kementerian/lembaga teknis telah melakukan koordinasi untuk menetapkan standar kompetensi yang bersifat nasional. Difasilitasi oleh Kemnakertrans telah ditetapkan sebanyak 201 Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) pada sembilan sektor.  SKKNI ini disusun berdasarkan kebutuhan industri dan digunakan sebagai acuan dalam pengembangan modul, program dan kurikulum oleh lembaga pendidikan atau pelatihan.

Selain mengembangkan sistem standarisasi kompetensi, pemerintah melalui Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) juga sudah melakukan pengembangan sistem sertifikasi kompetensi. Badan Nasional Sertifikat Profesi ini dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2004.

Terkait fungsinya sebagai mitra tenaga kerja dan dunia usaha, Kemnakertrans juga memiliki komitmen kuat untuk pengembangan pelatihan kerja, dan sudah memiliki program pelatihan kerja dalam bentuk Balai Latihan Kerja (BLK). Sejauh ini BLK memiliki peranan yang sangat strategis untuk meningkatkan kualitas dan daya saing tenaga kerja. Sebab, kurikulum yang diberikan di BLK memang mengacu pada kebutuhan pasar kerja, sehingga lulusannya dapat langsung bekerja sesuai kompetensinya. Waku pelatihan juga relatif singkat, sehingga lulusannya tidak dibebani dengan waktu belajar yang panjang.

Mengingat tren positif dari BLK, maka sangat diperlukan komitmen Kemnakertrans untuk menguatkan peran BLK. Sejauh ini sudah dilakukan upaya ”Revitalisasi BLK”, yakni memberdayaan BLK di seluruh Indonesia supaya lulusannya bisa memenuhi tuntutan pasar kerja dalam dan luar negeri.

Pemenuhan terhadap ”terms and conditions” tersebut adalah untuk menjamin mutu sistem sertifi kasi profesi yang tidak hanya untuk kepentingan pasar kerja dalam negeri, tetapi juga untuk kepentingan pengakuan di pasar kerja global. Dengan adanya sistem sertifi kasi yang berbasis sistem mutu, akan memudahkan pengembangan kerja sama yang mengarah pada adanya pengakuan (mutual recognition) antarnegara, baik secara bilateral maupun multilateral.

Ke depan, pengembangan BLK agar bersinergi dengan perguruan tinggi, khususnya untuk memasukkan pelatihan yang bersifat soft skill misalnya pelatihan pengembangan kepribadian, sikap kerja dan table manner. Tujuannya agar peserta BLK tidak hanya memiliki ketrampilan bersifat hard skill, tetapi juga memiliki pemahaman tentang kepribadian yang terpuji agar bisa beradaptasi dan bersosialisasi dengan dunia kerja.

Selain itu, terkait dengan kemajuan teknologi informasi saat ini, ke depan BLK selayaknya membuka diri terhadap perkembangan teknologi informasi berbasis internet. Misalnya, dengan memasukkan kurikulum tentang teknologi informasi, memperbanyak pembekalan tentang komputer baik yang bersifat hardware maupun software.

Tanggung Jawab Semua Pihak

Tentu saja, Kemnakertrans tidak bisa berjuang sendirian dalam memperkuat kompetensi dan kualitas pendidikan tenaga kerja. Semua pihak tanpa kecuali memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan kualitas anak bangsa, untuk memperkuat daya saing nasional.

Apalagi sebentar lagi akan diberlakukan Komunitas ASEAN 2015, dimana seluruh warga ASEAN tanpa kecuali mendapat kesempatan yang sama untuk berkompetisi di seluruh bidang, termasuk dalam pasar kerja. Hal ini tentunya menuntut kesiapan tenaga kerja Indonesia untuk bisa menguasai berbagai bidang yang dibutuhkan pasar kerja. Tanpa kualitas pendidikan dan kompetensi yang mumpuni, para pekerja Indonesia akan sulit bersaing dengan tenaga kerja dari negara-negara tetangga.

Pada akhirnya, peningkatan kompetensi tenaga kerja Indonesia ini diharapkan akan berdampak pada penguatan daya saing nasional, dan bermuara pada peningkatan kesejahteraan pekerja. Semakin kompeten seorang pekerja, sejatinya akan semakin tinggi renumerasi yang ia dapatkan dari pekerjaannya. Mari bersama-sama memperkuat tenaga kerja Indonesia menjadi lebih kompeten!

About

View all posts by

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *